reta blog's
Rabu, 12 Desember 2012
Peranan Komputer pada Aktifitas Manusia
Peranan teknologi komputer pada aktivitas manusia pada saat ini memang begitu besar. Komputer telah menjadi fasilitator utama bagi kegiatan-kegiatan disemua sektor kehidupan termasuk dalam sektor pendidikan. Komputer telah memberikan andil besar terhadap perubahan-perubahan yang mendasar pada struktur, operasi, dan manajemen sistem pendidikan dan pembelajaran. Berkat teknologi komputer ini berbagai kemudahan dapat dirasakan dalam proses pembelajaran seperti persentasi mengajar, akses informasi (e-learning) dan pembuatan pembelajaran berbasis komputer. Secara garis besar peranan teknologi komputer seperti,
a) Menggantikan peran manusia. Dalam hal ini, teknologi komputer melakukan otomatis terhadap suatu tugas atau proses.
b) Teknologi komputer memperkuat peran manusia, yakni dengan menyajikan infomasi terhadap suatu tugas atau proses.
c) Teknologi berperan dalam restrukturisasi terhadap peran manusia. Dalam hal ini, teknologi berperan dalam melakukan perubahan-perubahan terhadap sekumpulan tugas atau proses.
Dampak Komputer dalam Pembelajaran
Namun bersamaan dengan itu, pemakaian komputer ini juga menyimpan dampak positif maupun dampak negatif. Di sektor pendidikan dan pembelajaran, dengan hadirnya komputer di meja belajar anak dapat menjadikan minat belajar anak menurun jika anak ini tidak ada kontrol atau dibiarkan saja anak bisa menggunakan program komputer yang justru tidak mendidik, bahkan membuat anak malas dan kecanduan sehingga enggan belajar, sebaliknya komputer dapat juga memberikan rangsangan positif dalam meningkatkan motivasi belajar anak, tentunya ini dituntut peran guru atau orang tua dalam mengontrol anak menggunakan komputer. Tetapi tidak hanya kontrol dari guru atau orang tua saja yang dapat menjadikan anak memiliki motivasi belajar yang tinggi, dibutuhkan pula pengembanagan program-program komputer yang telah didesain khusus untuk dapat digunakan dalam pembelajaran dengan berbantuan komputer.
Penggunaan komputer dalam pendidikan dan pembelajaran sah-sah saja. Komputer dapat dijadikan seperti kertas, pensil, buku, video dan lain sebagainya. Dalam beberapa mata pelajaran tertentu komputer dapat membantu belajar menjadi lebih efektif. Komputer dapat berperan besar dalam pembelajaran jika digunakan secara semestinya. Komputer dapat membantu pendidik dalam memudahkan pembelajaran, bahkan dapat memotivasi dan mengakselerasi belajar siswa. Tapi komputer dapat juga menjadikan pendidik seperti robot dan sangat mekanis, serta menjadikan siswa seperti makhluk asing yang kurang memiliki skill sosial. Ada beberapa faktor yang menjadikan seseorang menjadi manusia mekanis karena teknologi komputer dalam dunia pendidikan dan pembelajaran;
Komputer cenderung mengisolasi
Pembelajaran melalui perantara mesin (komputer, video, TV, disket dan sebagainya) dapat memudahkan pengetahuan kognitifbagi peserta didik.Tetapipembelajaran melalui mesin ternyata telah mengisolasi peserta didik atau pendidik secara sosial, karena seseorang hanya beriteraksi dengan mesin yang jelas-jelas mesin tidak memiliki perasaan. Kebanyakan berinteraksi atau menggunakan peranta mesin menyebabkan menurunnya sosial skill yang dimiliki seseorang.
Komputer cendrung membuat orang fasif secara fisik
Penyusunan program pembelajaran berdasar teknologi cendrung masih mengangap pembelajaran bersifat verbal, linear, rasionalistis, dan hanya merupakan kerja otak.Dengan tidak mengajak orang terlibat secara fisik pembelajaran berbasis komputer hanya memanfatkan sebagaian dari kecerdasan manusia.
Komputer hanya cocok dengan satu gaya belajar
Pembelajaran dengan berbantuan komputer ini hanya cocok untuk satu gaya belajar saja, karena memang pembelajaran dengan bantuan komputer merupakan pembelajaran yang pembuatannya diprogram.
Komputer cenderung berdasar media dan bukan berdasar pengalaman.
Pembelajaran dengan berbantuan komputerbiasanya diprogram tidak berdasar pada penelitian atau pengalaman lapangan, karena pembelajaran dengan bantuan komputer dirancang untuk kebutuhan media dan market.
Prof. Dr. Andi Hakim Nasution, menyatakan komputer itu ibaratnya pisau, kalau anak tidak dibekali pengetahuan akan fungsi dan pemakaian yang semestinya, dikhawatirkan pisau itu malah akan melukainya. Orangtua pun perlu memahami betul fungsi dan dampaknya agar anak memperoleh manfaat sebesar-besarnya dan kerugian yang sekecil-kecilnya. Masuknya komputer dalam proses belajar, menurut Andi Hakim, melahirkan suasana yang menyenangkan karena peserta didik dapat mengendalikan kecepatan belajar sesuai dengan kemampuannya. Lalu gambar dan suara yang muncul membuat anak tidak cepat bosan, sebaliknya justru merangsang untuk mengetahui lebih jauh lagi. Dengan desain program pembelajaran yang menarik diharapkan siswa menjadi tekun, sehingga diharapkan menjadi lebih unggul di bidangnya, lebih cerdas, lebih kreatif, dan lebih mampu melihat persoalan dari segi lain, kini dan masa datang.
Suasana menyenangkan seperti ini jarang dinikmati anak ketika berhadapan dengan orangtua, maupun guru dalam belajar. Mengapa? Selain bisa jadi karena cara mengajarnya tidak menarik. “Dengan (program) komputer, anak merasa bebas dari amarah dan tekanan.
Kalau anak berbuat salah, bahkan sampai seribu kali pun komputer tidak akan pernah marah dan melotot yang bisa meruntuhkan rasa kepercayaan dan harga diri si anak. Komputer biasanya malah memberi umpan balik sehingga anak tahu kesalahannya, dan bisa belajar dari kesalahan itu. Dengan demikian anak tidak segan mencoba-coba karena tidak takut berbuat salah.
Perangkat komputer sebenarnya netral. Artinya, munculnya pengaruh baik atau buruk akan tergantung pada si pemakai. Misalnya, akan kurang baik jika anak sering berlama-lama di depan komputer. Kalau ini yang terjadi, perkembangan gerak motorik kasar si anak, menjadi terbatas. Sebab, waktu yang seharusnya dipakai untuk melakukan kegiatan fisik lainnya, banyak dihabiskan di depan komputer.
Selain dari itu, kemampuannya bersosialisasi bisa terganggu. Akibatnya, nilai-nilai moral, kecintaan pada sesama makhluk hidup, ataupun kepedulian sosial, tak dapat dipelajari di sana. Untuk hal-hal seperti itu peran orang tua, guru atau teman sebaya sangatlah dibutuhkan agar keseimbangan kecerdasan tetap terjaga. Untuk itu perlu didesain pembelajaran berbantuan komputer yang melibatkan juga interaksi sosial.
Cara Pemanfaatan Komputer secara Efektif
Ada beberapa cara untuk memanfaatkan komputer sebagai pembelajaran efektif. Komputer dapat memberi hasil yang maksimal jika didesain dengan menciptakan lingkungan belajar yang dirancang dengan;
1. Kolaboratif, pembelajaran yang bersifat sosial. Hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan pembelajaran untuk dua orang atau lebih.
2. Bermain sambil belajar. Bermain dengan iseng-iseng merupakan cara terbaik untuk memulai belajar
3. Menyediakan banyak pilihan. Gaya belajar yang didesain melalui program komputer menyediakan banyak pilihan seperti pemilihan warna, materi, pemberian suara dengan menggabungkan berbagai unsur sehingga didapat berbagai gaya belajar.
4. Pembuatan program pembelajaran harus berdasarkan hasil pengalaman nyata atau berdasrkan hasil penelitian.
Dari berbagai cara memanfaatkan komputer untuk pembelajaran tersebut diatas, tetap saja komputer harus kita posisikan sebagai alat atau media pembelajaran. Peran pendidik atau orang tua dalam mengontrol sekaligus melihat perkembangan belajar tetap di butuhkan.
Jenis Aplikasi pada Komputer
Di samping soal hubungan antara anak dan komputer, yang perlu mendapat perhatian ialah pemilihan program atau perangkat lunak. Tetapi, di pasaran banyak dijumpai beragam program aplikasi pendidikan dan hiburan untuk anak. Sebagai gambaran, program aplikasi tersebut menurut Ir. Saiful B. Ridwan, bisa dikelompokkan dalam 4 golongan berdasarkan tujuan pembuatannya, yakni:
1. Edutainment (Pendidikan)
Dirancang khusus untuk tujuan pendidikan/pengajaran yang dalam penyajiannya diramu dengan unsur-unsur entertainment (hiburan) sesuai dengan materinya. Program ini umumnya mengajarkan pengetahuan dasar seperti membaca, berhitung, sejarah, geografi, dsb. Contohnya, aplikasi berjudul “Beginning Reading” (untuk membaca); “Millies’s Math House”, “Mari Belajar Plus Minus” (berhitung); “Where in the World is Carmen Sandiego” (geografi); atau “The Cregon Trail” (sejarah).
2. Games (Permainan)
Dirancang untuk tujuan permainan dan tidak secara khusus diberi muatan yang mengandung aspek pedagogi tertentu. Kalaupun ada tambahan pengetahuan yang didapat biasanya itu sebagai efek sampingan saja. Game ini biasanya yang paling banyak diminati oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Aplikasi games masih dikelompokkan lagi ke dalam jenis adventures (petualangan untuk mencapai tujuan tertentu dengan berbagai tantangan), arcade (permainan menghadapi objek yang bergerak cepat, “membahayakan”, atau “menyerang” pemain), role play (seperti adventures tapi pemain ikut jadi salah satu tokohnya), simulation (permainan simulasi tanpa tujuan tertentu dan apa yang ingin dilakukan diserahkan kepada pemain), dan strategy (permainan seperti simulasi dengan tujuan jelas sehingga membutuhkan strategi si pemain).
3. Infotainment (Informasi)
Sementara itu infotainment, dirancang untuk keperluan referensi atau penyampaian informasi lengkap tentang suatu topik tertentu. Contohnya, “Grolier Multimedia Encyclopedia” dan “Encrata ’95“.
4. Interactive Movie (Hiburan)
Sedangkan interactive movie dirancang memang untuk tujuan hiburan. Program interactive movie hanya didesain untuk hiburan dan kurang memiliki nilai pendidikan (edukasi).
Dari beberapa jenis program aplikasi komputer diharapkan guru atau orang tua dapat memilih program komputer yang sesuai untuk siswa yang dapat di gunakan dalam pembelajaran.
Pembelajaran yang Mengibur dan Mendidik
Tidak semua program aplikasi komputer mengandung unsur pendidikan dan hiburan yang sehat. Harus dipilih lagi aplikasi yang tepat untuk pembelajaran, terutama kalau ingin memilih jenis games.Tak jarang games lebih menonjolkan unsur-unsur seperti kekerasan dan agresivitas yang dapat mengarah pada perilaku sadistis. Permainan yang menyuguhkan perkelahian dua jagoan yang berakhir dengan dipenggalnya kepala atau dikoyaknya jantung lawan. Jika dibiarkan terus memainkan games sejenis itu, anak bisa terbawa pengaruh buruknya yang bersifat destruktif. Karena itu hendaknya diperhatikan betul karakter aktornya maupun cara yang dipakai aktor untuk mencapai tujuan.
Tujuan pembelajaran yang diharapkan sebenarnya “just for fun”, games sangat potensial untuk dijadikan media pengajaran yang seperti itu untuk anak. Lewat permainan simulasi atau petualangan anak leluasa mengembangkan imajinasi untuk menentukan tujuannya sendiri.
Jenis edutainment atau courseware yang baik, bersifat individual. Artinya, anak bisa mengatur kecepatan belajarnya sesuai dengan kemampuan, tingkat kesulitan materi yang dipelajari, isi, strategi belajar yang akan dipakai, maupun bentuk penyajian materi. motivasi anak bisa ditingkatkan lebih lanjut karena anak merasa tertampung atau sesuai (dengan irama permainan itu). Sri Hartati (2003).
Program yang mengajarkan konsep atau proses abstrak akan sangat mendukung proses belajar-mengajar. Misalnya tentang proses terjadinya hujan, menjadi lebih kongkret daripada yang dipelajari dari buku atau diajarkan guru di kelas. Lewat program ini anak bahkan bisa mengatur jumlah awan, kelembapan udara, arah angin dan sebagainya , sehingga bisa diketahui hujan akan jatuh di mana. Program aplikasi ensiklopedia seperti misalnya “Grolier Multimedia Encyclopedia” akan memperluas wawasan pengetahuan tentang banyak hal yang telah atau belum diajarkan di sekolah. Program ensiklopedia ini disusun dengan konsep hypermedia, teks disusun per topik. Misalnya, anak ingin mengetahui tentang jalak Bali. Ketika sudah ditemukan habitatnya di Bali, ia dapat langsung mencari topik lain tentang Bali, misalnya letak geografi, budaya, penduduknya, dan sebagainya.
Ciri program komputer pembelajaran yang baik yaitu meningkatkan kemampuan anak belajar mandiri dan memecahkan masalah. Dalam program seperti ini anak “dipaksa” menentukan sendiri apa yang hendak dilakukan. Secara tidak langsung anak diajari menganalisis, melihat permasalahan dan alternatif yang merupakan langkah pemecahan masalah. Karena ada masalah, dia harus ambil tindakan. Dengan begitu kemampuan memecahkan masalah meningkat
Selasa, 11 Desember 2012
“KOMPUTER DAN MANAJEMEN”
Saat ini Ilmu Pengetahuan dan Tekonologi (IPTEK) semakin meluas dan semakin canggih. Jadi tidak heran jika semua bidang kehidupan sekarang menggunakan teknologi dan serba praktis, terutama penggunaan komputer untuk memudahkan kegiatan manusia. Begitu juga dalam bidang pendidikan, komputer banyak digunakan untuk mempermudahkan pekerjaan atau pembuatan data-data sekolah, terutama bagi Tenaga Administrasi Sekolah (TAS).
Sebelum tren komputer terjadi, dul;u semua pekerjaan selalu dikerjakan dengan mesin tik manual. Tetapi dengan adanya kemajuan Iptek, semua dituntut menggunakan komputer. Selain karena mudah dan cepat, komputer juga efektif dan efisien untuk digunakan. Tenaga Administrasi Sekolah sebagai salah satu pusat pembuat program sekolah dalam melakukan pengelolaan data selalu menggunakan komputer. Misalnya dalam pembuatan absensi, kalender sekolah, pengelolaan anggaran sekolah, pembuatan kurikulum sekolah dan sebagainya. Tidak hanya tenaga administrasi sekolah saja yang menggunakan komputer, tetapi kepala sekolah, para guru, dan juga peserta didik banyak menggunakan komputer dalam melaksanakan tugas. Jadi dapat dissimpulkan bahwa komputer sekarang ini menjadi alat vital dalam semua bidang, termasuk bidang pendidikan.
Tenaga administrasi sekolah dalam melaksanakan tugas di sekolah mulai dari planning, organizing, actuating, monitoring, controling sampai dengan evaluating selalu berkaitan dengan komputer yaitu untuk penyusunan data sampai dengan pelaporan data. Komputer saat ini sudah sangat awam bagi masyarakat, apalagi bagi tenaga pendidikan. Jika sampai saat ini belum ada komputer, bisa dibayangkan bagaimana kegiatan manajemen akan berjalan. Tentunya akan berjalan dengan lambat, karena membutuhkan waktu yang lama untuk mengelola data-data sekolah. Jika menggunakan komputer, semua pekerjaan akan lebih mudah dikerjakan dan cepat.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan fungsi komputer terhadap manajemen sekolah, yaitu :
a. Membantu mempermudah pekerjaan/transaksi manajemen sekolah.
b. Dapat menghemat waktu pengerjaan atau pengelolaan data-data.
c. Meminimalisir kesalahan penginputan data-data sekolah.
d. Menyimpan data-data sekolah yang penting.
e. Mempermudah penyebaran informasi-informasi sekolah.
f. Menyediakan informasi up to date yang dibutuhkan oleh manajemen.
g. Membantu tenaga administrasi menyelesaikan laporan tepat waktu.
h. Meningkatkan kinerja manajemen dan kepuasan peserta didik dan orang tua murid.
Untuk menjadi tenaga administrasi pendidikan selain pandai dan mempunyai keahlian kita juga dituntut untuk dapat mengoperasikan atau menguasai komputer, karena semua kegiatan pasti akan berhubungan dengan komputer.
Di dalam sekolah terdpat beberapa substansi manajemen, yaitu (a) Manajemen Kurikulum atau Pembelajaran, (b) Manajemen Kesiswaan atau Peserta Didik, (c) Manajemen Sumber Daya Manusia, (d) Manajemen Sarana dan Prasarana, (e) Manajemen Keuangan, (f) Manajemen Hubungan Sekolah dan Masyarakat, dan (g) Manajemen Perkantoran. Semua kegiatan dari substansi-substansi manajemen tersebut tentunya menggunakan komputer.
Dalam manajemen kurikulum, dalam merumuskan atau pentyusunan kurikulum sekolah pastinya menggunakan komputer. Kemudian dalam manjemen peserta didik, dalam pembuatan dan pengisian presensi peserta didik maupun guru pasti menggunakan komputer. Begitu juga dengan substansi manajemen sekolah lainnya, semuanya tidak bisa lepas dari penggunaan komputer. Aplikasi komputer yang biasa digunakan dalam manajemen sekolah adalah Microsoft Office ( Ms. Word, Ms. Excel. Ms. Power Point, Ms. Access), program SPSS, dan sebagainya.
Kesimpulannya, penggunaan komputer sangat berpengaruh dalam kegiatan manajemen di sekolah. Mulai dari perencanaan sampai dengan pengevaluasian. Mulai dari manajemen kurikulum sampai dengan manajemen perkantoran semuanya menggunakan komputer.
Senin, 10 Desember 2012
PENDIDIKAN YG KURANG MEMADAI
SEKILAS WAJAH PENDIDIKAN INDONESIA YANG KURANG MEMADAI
Pendidikan suatu bangsa berperan penting dalam
menentukan kemajuan suatu bangsa. Buruknya sistem pendidikan suatu
bangsa akan berimbas pada keterlambatan kemajuan suatu bangsa.
Sebaliknya, baiknya sistem pendidikan di suatu bangsa baik pulalah
kemajuan bangsa tersebut. Di negeri ini, tanpa kita sadari atau tidak,
terdapat kesenjangan sosial dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan
terutama pada fasilitas-fasilitas yang ditawarkan oleh sekolah-sekolah
padahal kita tahu bahwa negeri ini selalu menetapkan standar nilai-nilai
yang harus dicapai ketika ujian akhir tiba. Lalu, apakah kedua situasi
yang demikian ini telah terlihat fer bila kita bandingkan
dengan pendidikan yang ada di pedalaman?. Dapat kita bayangkan bagus dan
baiknya sekolah-sekolah yang ada di perkotaan, selain fasilitas yang
memadai, para pengajar yang berkualitas dan ahli dibidangnya juga pada
letak sekolah-sekolah tersebut yang dapat menjangkau dengan mudah segala
kebutuhan yang diperlukan dalam pendidikan, ditunjang pula dengan
adanya bimbingan belajar yang menjamur diperkotaan. Keadaan seperti ini
sangat kontras jika kita bandingkan dengan sistem pendidikan yang ada di
pedalaman-pedalaman. Sekolah yang hanya sekedarnya saja, dimulai dari
gedung sekolah yang bangunannya mulai bobrok; fentilasi yang dapat
dimasuki debu lebih banyak, lubang-lubang pada atap sehingga matahari
tanpa sungkan memasukkan cahayanya yang menyilaukan mata dan lantai
berlubang dengan tanahnya yang tampak (gedung sekolah tidak layak
pakai). Selain itu, fasilitas yang ada pun benar-benar jauh dari kata
memadai, para pengajar yang ada hanya beberapa orang sehingga banyak
sekolah-sekolah pedalaman yang kekurangan tim pengajar, dan kurangnya
perhatian pihak sekolah dalam mengadakan ekstra kurikuler baik dalam
bidang olahraga ataupun dalam bidang keilmuan.
Kita sudah sering mendengar dalam media masa baik
dari televisi ataupun radio bahwa ada dibeberapa tempat yang gedung
sekolahnya sudah tak layak pakai, namun pemerintah setempat kayaknya
lebih memilih untuk memejamkan mata atau bersikap acuh tak acuh melihat
keadaan seperti ini atau barangkali pemerintahan yang terdapat di daerah
tersebut terlalu miskin hingga masalah gedung sekolah seperti itu saja
tak mampu untuk diselesaikan dengan baik. Atau ketika gedung sekolah
yang tak layak pakai tersebut terekspos barulah pihak pemerintahan
setempat melakukan tindakan. Terkadang situasi yang menyedihkan ini
membuat kita geram. Selain gedung sekolah yang termasuk dalam fasilitas
pendidikan, adapula fasilitas-fasilitas lain yang masih kurang atau
tidak terdapat disekolah-sekolah pedalaman, seperti; kebersihan MCK yang
ada disekolah, ruang-ruang yang mendukung kegiatan belajar;
perpustakaan, Lab. Bahasa, Lab. IPA, Lab. Komputer maupun jaringan
internet sebagai pemenuhan pendidikan dalam kemajuan teknologi serta
kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang kreatifitas siswa-siswa sekolah
tersebut.
Kita sebagai kaum intelektual muda atau kaum elit
pendidikan yang memiliki fungsi sebagai penyeimbang antara pemerintahan
dengan rakyat seharusnya pun lebih dapat berpikir kritis dalam memahami
situasi dan kondisi yang demikian, paling tidak kita dapat menyumbangkan
pemikiran kita yang berupa gagasan atau ide-ide yang dapat membangun
sehingga ide-ide tersebut nantinya dapat terealisasi dengan baik. Kita
juga dapat memberi gagasan berupa tawaran solusi dalam permasalahan
semacam ini. Misalnya, pada kasus pendidikan yang minim terdapat di
pedalaman-pedalaman daerah. Solusi yang ditawarkan berupa; pemerintah
menganggarankan APBD lebih dialokasi buat pendidikan khusus daerah
pedalaman. Dengan adanya alokasi dari APBD ini kemudian dapat digunakan
untuk memenuhi fasilitas-fasilitas sekolah seperti pembangunan kembali
gedung sekolah yang sudah tak layak pakai, pembangunan gedung-gedung
baru yang dapat digunakan sebagai laboratorium IPA, laboratorium bahasa,
laboratorium komputer ataupun perpustakaan. Selain pembangunan gedung,
fasilitas lainnya yang dapat direalisasikan adalah adanya jaringan
internet disekolah sehingga siswa dapat mengakses pengetahuan dengan
mudah, ditambah lagi siswa dapat mengerti dengan teknologi yang
berkembang pada saat ini dan dapat memanfaatkan teknologi tersebut
dengan baik. Kemudian, anggaran yang ada tersebut dapat pula
diperuntukkan kepada kegiatan-kegiatan yang ada disekolah baik pengadaan
kegiatan ekstra kurikuler bidang olahraga maupun bidang keilmuan
seperti pelatihan menghadapi olimpiade mipa, LCT, ataupun pelatihan
pidato, yang semua kegiatan ini bertujuan untuk menumbuhkan kreatifitas
siswa dan menyaring bibit unggul atau menyaring siswa yang memiliki
kemampuan lebih. Yang tak kalah penting pula adalah pengadaan tim
pengajar yang ahli dibidangnya sehingga dalam kegiatan belajar mengajar
siswa tak lagi kekurangan guru sebagai tokoh pengajar ilmu pengetahuan.
Untuk itu, perlunya anggaran untuk menaikkan gaji guru yang mengajar di
sekolah-sekolah pedalaman jua tak kalah penting, mengingat secara
kondisional biasanya sekolah-sekolah yang ada dipedalaman jaraknya cukup
jauh dengan kota, kebutuhan sehari-hari yang sulit dijangkau dan
dibutuhkan mental yang kuat untuk menghadapi lingkungan yang berupa
pedalaman.
Perbaikan sistem pendidikan dan perhatian terhadap
pendidikan yang ada di pedalaman-pedalaman memang tak hanya merupakan
tanggungjawab pemerintah meski memang pemerintahlah yang memiliki peran
besar, namun juga tanggungjawab bersama terutama kepada rakyat yang
ekonominya diatas rata—rata. Sumbangan yang diberikan untuk membangun
pendidikan yang lebih baik meski sedikit akan terasa berharga dalam
prosesnya. Membuka mata dan lebih peka terhadap kondisi masyarakat
negeri ini terutama pendidikan dipedalaman adalah langkah awal dalam
usaha kita membangun negeri ini.
Masalah Pendidikan di Indonesia
Peran Pendidikan dalam Pembangunan
Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia unuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Bab ini akan mengkaji mengenai permasalahan pokok pendidikan, dan saling keterkaitan antara pokok tersbut, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya dan masalah-masalah aktual beserta cara penanggulangannya.
Apa jadinya bila pembangunan di Indonesia tidak dibarengi dengan pembangunan di bidang pendidikan?. Walaupun pembangunan fisiknya baik, tetapi apa gunanya bila moral bangsa terpuruk. Jika hal tersebut terjadi, bidang ekonomi akan bermasalah, karena tiap orang akan korupsi. Sehingga lambat laun akan datang hari dimana negara dan bangsa ini hancur. Oleh karena itu, untuk pencegahannya, pendidikan harus dijadikan salah satu prioritas dalam pembangunan negeri ini.
Pemerintah dan Solusi Permasalahan Pendidikan
Mengenai masalah pedidikan, perhatian pemerintah kita masih terasa sangat minim. Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU Pendidikan kacau. Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita kedepannya makin terpuruk. Keterpurukan ini dapat juga akibat dari kecilnya rata-rata alokasi anggaran pendidikan baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kota dan kabupaten.
Penyelesaian masalah pendidikan tidak semestinya dilakukan secara terpisah-pisah, tetapi harus ditempuh langkah atau tindakan yang sifatnya menyeluruh. Artinya, kita tidak hanya memperhatikan kepada kenaikkan anggaran saja. Sebab percuma saja, jika kualitas Sumber Daya Manusia dan mutu pendidikan di Indonesia masih rendah. Masalah penyelenggaraan Wajib Belajar Sembilan tahun sejatinya masih menjadi PR besar bagi kita. Kenyataan yang dapat kita lihat bahwa banyak di daerah-daerah pinggiran yang tidak memiliki sarana pendidikan yang memadai. Dengan terbengkalainya program wajib belajar sembilan tahun mengakibatkan anak-anak Indonesia masih banyak yang putus sekolah sebelum mereka menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun. Dengan kondisi tersebut, bila tidak ada perubahan kebijakan yang signifikan, sulit bagi bangsa ini keluar dari masalah-masalah pendidikan yang ada, apalagi bertahan pada kompetisi di era global.
Kondisi ideal dalam bidang pendidikan di Indonesia adalah tiap anak bisa sekolah minimal hingga tingkat SMA tanpa membedakan status karena itulah hak mereka. Namun hal tersebut sangat sulit untuk direalisasikan pada saat ini. Oleh karena itu, setidaknya setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengenyam dunia pendidikan. Jika mencermati permasalahan di atas, terjadi sebuah ketidakadilan antara si kaya dan si miskin. Seolah sekolah hanya milik orang kaya saja sehingga orang yang kekurangan merasa minder untuk bersekolah dan bergaul dengan mereka. Ditambah lagi publikasi dari sekolah mengenai beasiswa sangatlah minim.
Sekolah-sekolah gratis di Indonesia seharusnya memiliki fasilitas yang memadai, staf pengajar yang berkompetensi, kurikulum yang tepat, dan memiliki sistem administrasi dan birokrasi yang baik dan tidak berbelit-belit. Akan tetapi, pada kenyataannya, sekolah-sekolah gratis adalah sekolah yang terdapat di daerah terpencil yang kumuh dan segala sesuatunya tidak dapat menunjang bangku persekolahan sehingga timbul pertanyaan ,”Benarkah sekolah tersebut gratis? Kalaupun iya, ya wajar karena sangat memprihatinkan.”
Penyelenggaraan Pendidikan yang Berkualitas
”Pendidikan bermutu itu mahal”. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, — sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.
Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang kadang berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”.
Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.
Privatisasi dan Swastanisasi Sektor Pendidikan
Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).
Dalam APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.
Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan miskin.
Hal senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bawsir. Menurut dia, privatisasi pendidikan merupakan agenda kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), pemerintah berencana memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.
Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Perancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan.
Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk cuci tangan.***
Membangun Karakter Sejak Pendidikan Anak Usia Dini
Kawan, jika saya ditanya kapan sih waktu
yang tepat untuk menentukan kesuksesan dan keberhasilan seseorang?
Maka, jawabnya adalah saat masih usia dini. Benarkah? Baiklah akan saya
bagikan sebuah fakta yang telah banyak diteliti oleh para peneliti
dunia.
Pada usia dini 0-6 tahun, otak
berkembang sangat cepat hingga 80 persen. Pada usia tersebut otak
menerima dan menyerap berbagai macam informasi, tidak melihat baik dan
buruk. Itulah masa-masa yang dimana perkembangan fisik, mental maupun
spiritual anak akan mulai terbentuk. Karena itu, banyak yang menyebut
masa tersebut sebagai masa-masa emas anak (golden age).
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh
seorang ahli Perkembangan dan Perilaku Anak dari Amerika bernama
Brazelton menyebutkan bahwa pengalaman anak pada bulan dan tahun pertama
kehidupannya sangat menentukan apakah anak ini akan mampu menghadapi
tantangan dalam kehidupannya dan apakah ia akan menunjukkan semangat tinggi untuk belajar dan berhasil dalam pekerjaannya.
Nah, oleh karena itu, kita sebagai orang tua hendaknya memanfaatkan masa emas anak untuk memberikan pendidikan karakter yang baik bagi anak. Sehingga anak bisa meraih keberhasilan dan kesuksesan dalam kehidupannya di masa mendatang. Kita sebagai orang tua kadang tidak sadar, sikap kita pada anak justru akan menjatuhkan si anak. Misalnya, dengan memukul, memberikan pressure
yang pada akhirnya menjadikan anak bersikap negatif, rendah diri atau
minder, penakut dan tidak berani mengambil resiko, yang pada akhirnya
karakter-karakter tersebut akan dibawanya sampai ia dewasa. Ketika
dewasa karakter semacam itu akan menjadi penghambat baginya dalam meraih
dan mewujudkan keinginannya. Misalnya, tidak bisa menjadi seorang public speaker
gara-gara ia minder atau malu. Tidak berani mengambil peluang tertentu
karena ia tidak mau mengambil resiko dan takut gagal. Padahal, jika dia
bersikap positif maka resiko bisa diubah sebagai tantangan untuk meraih
keberhasilan. Anda setuju kan?
Banyak yang mengatakan keberhasilan kita
ditentukan oleh seberapa jenius otak kita. Semakin kita jenius maka
semakin sukses. Semakin kita meraih predikat juara kelas berturut-turut,
maka semakin sukseslah kita. Benarkah demikian? Eit tunggu dulu!
Saya sendiri kurang setuju dengan
anggapan tersebut. Fakta membuktikan, banyak orang sukses justru tidak
mendapatkan prestasi gemilang di sekolahnya, mereka tidak mendapatkan
juara kelas atau menduduki posisi teratas di sekolahnya. Mengapa
demikian? Karena sebenarnya kesuksesan tidak hanya ditentukan oleh
kecerdasan otak kita saja. Namun kesuksesan ternyata lebih dominan
ditentukan oleh kecakapan membangung hubungan emosional kita dengan
diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Selain itu, yang tidak boleh ditinggalkan adalah hubungan spiritual kita dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Tahukah anda bahwa kecakapan membangun
hubungan dengan tiga pilar (diri sendiri, sosial, dan Tuhan) tersebut
merupakan karakter-karakter yang dimiliki orang-orang sukses. Dan, saya
beritahukan pada anda bahwa karakter tidak sepenuhnya bawaan sejak
lahir. Karakter semacam itu bisa dibentuk. Wow, Benarkah? Saya katakan
Benar! Dan pada saat anak berusia dini-lah terbentuk karakter-karakter
itu. Seperti yang kita bahas tadi, bahwa usia dini adalah masa
perkembangan karakter fisik, mental dan spiritual anak mulai terbentuk.
Pada usia dini inilah, karakter anak akan terbentuk dari hasil belajar dan menyerap dari perilaku kita sebagai orang tua dan dari lingkungan
sekitarnya. Pada usia ini perkembang mental berlangsung sangat cepat.
Pada usia itu pula anak menjadi sangat sensitif dan peka mempelajari dan
berlatih sesuatu yang dilihatnya, dirasakannya dan didengarkannya dari
lingkungannya. Oleh karena itu, lingkungan yang positif akan membentuk karakter yang positif dan sukses.
Lalu, bagaimana cara membangun karakter anak sejak usia dini?
Karakter akan terbentuk sebagai hasil pemahaman 3 hubungan yang pasti dialami setiap manusia (triangle relationship), yaitu hubungan dengan diri sendiri (intrapersonal), dengan lingkungan
(hubungan sosial dan alam sekitar), dan hubungan dengan Tuhan YME
(spiritual). Setiap hasil hubungan tersebut akan memberikan
pemaknaan/pemahaman yang pada akhirnya menjadi nilai
dan keyakinan anak. Cara anak memahami bentuk hubungan tersebut akan
menentukan cara anak memperlakukan dunianya. Pemahaman negatif akan
berimbas pada perlakuan yang negatif dan pemahaman yang positif akan
memperlakukan dunianya dengan positif. Untuk itu, Tumbuhkan pemahaman positif pada diri anak sejak usia dini, salah satunya dengan cara memberikan kepercayaan pada anak
untuk mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, membantu anak
mengarahkan potensinya dengan begitu mereka lebih mampu untuk
bereksplorasi dengan sendirinya, tidak menekannya baik secara langsung
atau secara halus, dan seterusnya. Biasakan anak bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Ingat pilihan terhadap lingkungan sangat menentukan pembentukan karakter
anak. Seperti kata pepatah bergaul dengan penjual minyak wangi akan
ikut wangi, bergaul dengan penjual ikan akan ikut amis. Seperti itulah, lingkungan baik dan sehat akan menumbuhkan karakter sehat dan baik, begitu pula sebaliknya. Dan yang tidak bisa diabaikan adalah membangun hubungan spiritual dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Hubungan spiritual dengan Tuhan YME terbangun melalui pelaksanaan dan
penghayatan ibadah ritual yang terimplementasi pada kehidupan sosial.
Nah, sekarang kita memahami mengapa membangun pendidikan karakter anak sejak usia dini itu penting. Usia dini adalah usia emas, maka manfaatkan usia emas itu sebaik-baiknya.
Salam
Timothy Wibowo
Pentingnya Pendidikan Karakter Dalam Dunia Pendidikan
Sebelum kita membahas topik ini lebih jauh lagi saya akan memberikan data dan fakta berikut:
158 kepala daerah tersangkut korupsi sepanjang 2004-2011
42 anggota DPR terseret korupsi pada kurun waktu 2008-2011
30 anggota DPR periode 1999-2004 terlibat kasus suap pemilihan DGS BI
Kasus korupsi terjadi diberbagai lembaga seperti KPU,KY, KPPU, Ditjen Pajak, BI, dan BKPM
Sumber : Litbang Kompas
Kini setelah membaca fakta diatas, apa yang ada dipikran anda? Cobalah melihat lebih ke atas sedikit, lebih tepatnya judul artikel ini. Yah, itu adalah usulan saya untuk beberapa kasus yang membuat hati di dada kita “terhentak” membaca kelakuan para pejabat Negara.
Pendidikan karakter, sekarang ini mutlak diperlukan bukan hanya di sekolah saja, tapi dirumah dan di lingkungan sosial. Bahkan sekarang ini peserta pendidikan karakter bukan lagi anak usia dini hingga remaja, tetapi juga usia dewasa. Mutlak perlu untuk kelangsungan hidup Bangsa ini.
Bayangkan apa persaingan yang muncul ditahun 2021? Yang jelas itu akan menjadi beban kita dan orangtua masa kini. Saat itu, anak-anak masa kini akan menghadapi persaingan dengan rekan-rekannya dari berbagai belahan Negara di Dunia. Bahkan kita yang masih akan berkarya ditahun tersebut akan merasakan perasaan yang sama. Tuntutan kualitas sumber daya manusia pada tahun 2021 tentunya membutuhkan good character.
Bagaimanapun juga, karakter adalah kunci keberhasilan individu. Dari sebuah penelitian di Amerika, 90 persen kasus pemecatan disebabkan oleh perilaku buruk seperti tidak bertanggung jawab, tidak jujur, dan hubungan interpersonal yang buruk. Selain itu, terdapat penelitian lain yang mengindikasikan bahwa 80 persen keberhasilan seseorang di masyarakat ditentukan oleh emotional quotient.
Bagaimana dengan bangsa kita? Bagaimana dengan penerus orang-orang yang sekarang sedang duduk dikursi penting pemerintahan negara ini dan yang duduk di kursi penting yang mengelola roda perekonomian negara ini? Apakah mereka sudah menunjukan kualitas karakter yang baik dan melegakan hati kita? Bisakah kita percaya, kelak tongkat estafet kita serahkan pada mereka, maka mereka mampu menjalankan dengan baik atau justru sebaliknya?
Dari sudut pandang psikologis, saya melihat terjadi penurunan kulaitas “usia psikologis” pada anak yang berusia 21 tahun pada tahun 20011, dengan anak yang berumur 21 pada tahun 2001. Maksud usia psikologis adalah usia kedewasaan, usia kelayakan dan kepantasan yang berbanding lurus dengan usia biologis. Jika anak sekarang usia 21 tahun seakan mereka seperti berumur 12 atau 11 tahun. Maaf jika ini mengejutkan dan menyakitkan.
Walau tidak semua, tetapi kebanyakan saya temui memiliki kecenderungan seperti itu. Saya berulangkali bekerjasama dengan anak usia tersebut dan hasilnya kurang maksimal. Saya tidak “kapok” ber ulang-ulang bekerja sama dengan mereka. Dan secara tidak sengaja saya menemukan pola ini cenderung berulang, saya amati dan evaluasi perilaku dan karakter mereka. Kembali lagi ingat, disekolah pada umumnya tidak diberikan pendidikan untuk mengatasi persaingan pada dunia kerja. Sehingga ada survey yang mengatakan rata-rata setelah sekolah seorang anak perlu 5-7 tahun beradaptasi dengan dunia kerja dan rata-rata dalam 5-7 tahun tersebut pindah kerja sampai 3-5 kali. Hmm.. dan proses seperti ini sering disebut dengan proses mencari jati diri. Pertanyaan saya mencari “diri” itu didalam diri atau diluar diri? “saya cocoknya kerja apa ya? Coba kerjain ini lah” lalu kalau tidak cocok pindah ke lainnya. Kenapa tidak diajarkan disekolah, agar proses anak menjalani kehidupan di dunia yang sesungguhnya tidak mengalami hambatan bahkan tidak jarang yang putus asa karena tumbuh perasaan tidak mampu didalam dirinya dan seumur hidup terpenjara oleh keyakinannya yang salah.
Baiklah kembali lagi ke topik, Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.
Bagi Indonesia sekarang ini, pendidikan karakter juga berarti melakukan usaha sungguh-sungguh, sitematik dan berkelanjutan untuk membangkitkan dan menguatkan kesadaran serta keyakinan semua orang Indonesia bahwa tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan menguatkan karakter rakyat Indonesia. Dengan kata lain, tidak ada masa depan yang lebih baik yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan disiplin diri, tanpa kegigihan, tanpa semangat belajar yang tinggi, tanpa mengembangkan rasa tanggung jawab, tanpa memupuk persatuan di tengah-tengah kebinekaan, tanpa semangat berkontribusi bagi kemajuan bersama, serta tanpa rasa percaya diri dan optimisme. Inilah tantangan kita bangsa Indonesia, sanggup?
Theodore Roosevelt mengatakan: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat)
Salam
Timothy Wibowo
158 kepala daerah tersangkut korupsi sepanjang 2004-2011
42 anggota DPR terseret korupsi pada kurun waktu 2008-2011
30 anggota DPR periode 1999-2004 terlibat kasus suap pemilihan DGS BI
Kasus korupsi terjadi diberbagai lembaga seperti KPU,KY, KPPU, Ditjen Pajak, BI, dan BKPM
Sumber : Litbang Kompas
Kini setelah membaca fakta diatas, apa yang ada dipikran anda? Cobalah melihat lebih ke atas sedikit, lebih tepatnya judul artikel ini. Yah, itu adalah usulan saya untuk beberapa kasus yang membuat hati di dada kita “terhentak” membaca kelakuan para pejabat Negara.
Pendidikan karakter, sekarang ini mutlak diperlukan bukan hanya di sekolah saja, tapi dirumah dan di lingkungan sosial. Bahkan sekarang ini peserta pendidikan karakter bukan lagi anak usia dini hingga remaja, tetapi juga usia dewasa. Mutlak perlu untuk kelangsungan hidup Bangsa ini.
Bayangkan apa persaingan yang muncul ditahun 2021? Yang jelas itu akan menjadi beban kita dan orangtua masa kini. Saat itu, anak-anak masa kini akan menghadapi persaingan dengan rekan-rekannya dari berbagai belahan Negara di Dunia. Bahkan kita yang masih akan berkarya ditahun tersebut akan merasakan perasaan yang sama. Tuntutan kualitas sumber daya manusia pada tahun 2021 tentunya membutuhkan good character.
Bagaimanapun juga, karakter adalah kunci keberhasilan individu. Dari sebuah penelitian di Amerika, 90 persen kasus pemecatan disebabkan oleh perilaku buruk seperti tidak bertanggung jawab, tidak jujur, dan hubungan interpersonal yang buruk. Selain itu, terdapat penelitian lain yang mengindikasikan bahwa 80 persen keberhasilan seseorang di masyarakat ditentukan oleh emotional quotient.
Bagaimana dengan bangsa kita? Bagaimana dengan penerus orang-orang yang sekarang sedang duduk dikursi penting pemerintahan negara ini dan yang duduk di kursi penting yang mengelola roda perekonomian negara ini? Apakah mereka sudah menunjukan kualitas karakter yang baik dan melegakan hati kita? Bisakah kita percaya, kelak tongkat estafet kita serahkan pada mereka, maka mereka mampu menjalankan dengan baik atau justru sebaliknya?
Dari sudut pandang psikologis, saya melihat terjadi penurunan kulaitas “usia psikologis” pada anak yang berusia 21 tahun pada tahun 20011, dengan anak yang berumur 21 pada tahun 2001. Maksud usia psikologis adalah usia kedewasaan, usia kelayakan dan kepantasan yang berbanding lurus dengan usia biologis. Jika anak sekarang usia 21 tahun seakan mereka seperti berumur 12 atau 11 tahun. Maaf jika ini mengejutkan dan menyakitkan.
Walau tidak semua, tetapi kebanyakan saya temui memiliki kecenderungan seperti itu. Saya berulangkali bekerjasama dengan anak usia tersebut dan hasilnya kurang maksimal. Saya tidak “kapok” ber ulang-ulang bekerja sama dengan mereka. Dan secara tidak sengaja saya menemukan pola ini cenderung berulang, saya amati dan evaluasi perilaku dan karakter mereka. Kembali lagi ingat, disekolah pada umumnya tidak diberikan pendidikan untuk mengatasi persaingan pada dunia kerja. Sehingga ada survey yang mengatakan rata-rata setelah sekolah seorang anak perlu 5-7 tahun beradaptasi dengan dunia kerja dan rata-rata dalam 5-7 tahun tersebut pindah kerja sampai 3-5 kali. Hmm.. dan proses seperti ini sering disebut dengan proses mencari jati diri. Pertanyaan saya mencari “diri” itu didalam diri atau diluar diri? “saya cocoknya kerja apa ya? Coba kerjain ini lah” lalu kalau tidak cocok pindah ke lainnya. Kenapa tidak diajarkan disekolah, agar proses anak menjalani kehidupan di dunia yang sesungguhnya tidak mengalami hambatan bahkan tidak jarang yang putus asa karena tumbuh perasaan tidak mampu didalam dirinya dan seumur hidup terpenjara oleh keyakinannya yang salah.
Baiklah kembali lagi ke topik, Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.
Bagi Indonesia sekarang ini, pendidikan karakter juga berarti melakukan usaha sungguh-sungguh, sitematik dan berkelanjutan untuk membangkitkan dan menguatkan kesadaran serta keyakinan semua orang Indonesia bahwa tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan menguatkan karakter rakyat Indonesia. Dengan kata lain, tidak ada masa depan yang lebih baik yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan disiplin diri, tanpa kegigihan, tanpa semangat belajar yang tinggi, tanpa mengembangkan rasa tanggung jawab, tanpa memupuk persatuan di tengah-tengah kebinekaan, tanpa semangat berkontribusi bagi kemajuan bersama, serta tanpa rasa percaya diri dan optimisme. Inilah tantangan kita bangsa Indonesia, sanggup?
Theodore Roosevelt mengatakan: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat)
Salam
Timothy Wibowo
Potret Pendidikan Di Daerah Pedalaman
Pendidikan
merupakan bagian penting dalam upaya mmeningkatkan kemajuan suatu bangsa.
Pemerintah tentunya telah berupaya semaksimal mungkin dalam meningkatkan mutu
pendidikan di Indonesia ini. Namun, upaya peningkatan mutu yang dilakukan
pemerintah tersebut belum sepenuhnya berhasil secara merata. Masih banyak
sektor yang masih perlu mendapatkan perhatian khusus. Salah satu contoh
ketidakmerataan pembangunan di sektor pendidikan ini dapat dilihat dari kondisi
pendidikan di daerah pedalaman/terpencil. Saya sendiri pernah melihat langsung
bagaimana potret pendidikan di salah satu daerah pedalaman tersebut.
Pengalaman
tersebut saya dapatkan saat melakukan KKN (Kuliah Kerja Nyata) pada tahun 2012 di
Desa Anik Dingir ,Kecamatan Menyuke, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Pada
saat saya masuk ke salah satu dusun yang ada di sana, saya menyaksikan
bagaimana kondisi sekolah, siswa, dan guru yang ada di sana sungguh sangat
memprihatinkan. Sebut saja salah satunya Dusun Pampang tepatnya di SDN 30
Pampang.
SDN
30 Pampang terletak sekitar 8 Km dari
Desa Anik, 24 Km dari pusat kecamatan, dan 86 Km dari pusat kota. Luas bangunan
sekolah 4.400 m2. Jalan menuju sekolah masih berupa tanah kuning dan
medannya berbukit-bukit. Sekolah ini merupakan sekolah mini yang hanya terdiri
dari 3 ruang kelas, dan 1 ruang guru.
Karena keterbatasan ruangan, dalam
proses pembelajarannya sekolah ini menerapkan sistem penggabungan kelas, yaitu kelas I dan II, III dan IV,
V dan VI. Guru yang mengajar di sana berjumlah 6
orang, 4 orang yang sudah PNS, dan 2 orang masih sebagai guru tidak tetap. Pada umumnya guru-guru di SD ini memiliki
latar belakang pendidikan sebagai guru Agama,
tidak ada yang sebagai guru umum.
Adapun jumlah murid yang belajar di SD ini dari kelas I sampai VI adalah
sebanyak 32 orang .
Berdasarkan
gambaran keadaan yang seperti itu sudah dapat kita bayangkan bagaimana proses
belajar mengajar yang terjadi disana. Tentu jika kita bandingkan dengan yang
ada di kota akan sangan jauh sekali kesenjangannya. Ini hanya salah satu contoh
yang saya lihat langsung. Tentunya di daerah lain masih banyak lagi hal-hal
seperti ini. Untuk itu kepada pemerintah diharapkan keseriusannya dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan secara merata dalam rangka memajukan Indonesia.
Langganan:
Postingan (Atom)